LAPORAN
PRAKTIKUM
DASAR-DASAR PEMISAHAN ANALITIK
PERCOBAAN IV DAN V
(KROMATOGRAFI KERTAS DAN LAPIS
TIPIS)
OLEH :
NAMA : ALFAHRU MANGIDI
STAMBUK : A1C4 13 050
KELOMPOK : III B
ASISTEN PEMBIMBING : L.M. SADAM AL-A’RAF, S. Pd
LABORATORIUM UNIT PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kromatografi
digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya.
Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Kromatografi juga merupakan
pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya. Untuk itu,
kemurnian bahan atau komposisi campuran dengan kandungan yang berbeda dapat
dianalisis dengan benar. Tidak hanya kontrol kualitas, analisis bahan makanan
dan lingkungan, tetapi juga kontrol dan optimasi reaksi kimia dan proses
berdasarkan penentuan analitik dari kuantitas material. Teknologi yang penting
untuk analisis dan pemisahan preparatif pada campuran bahan adalah prinsip dasar kromatografi. Pemisahan senyawa biasanya menggunakan
beberapa tekhnik kromatografi. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar
bergantung pada sifat kelarutan senyawa yang akan
dipisahkan.
Kromatografi
kertas merupakan salah satu bagian dari tehnik pemisahan kromatografi yang
paling sederhana, dan merupakan cara klasik. Dalam pemisahan menggunakan tehnik
pemisahan kromatografi kertas pada dasarnya didasarkan pada prinsip adsorpsi
fase diam terhadap fase gerak, dimana yang menjadi fase diamnya adalah kertas
yang mengandung serat selulosa, sedangkan yang menjadi fase geraknya (mobile)
adalah eluen yang digunakan untuk setiap spesifikasi campuran yang akan
dipisahkan.
Semua
kromatografi memiliki fase diam (dapat
berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak
(berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa
komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang berbeda
bergerak pada laju yang berbeda. Kita akan membahasnya lebih lanjut. Pelaksaanan
kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang
seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel
silika (atau alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis
tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam
sinar ultra violet, alasannya akan dibahas selanjutnya. Fase gerak merupakan
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.
Dalam
percobaan ini yang kami lakukan pada kali ini adalah kromatografi kertas dan
kromatografi lapis tipis. Penjelasan tentang kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis akan dibahas
pada praktikum ini agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami langkah-langkah
dalam melakukan pemisahan dengan metode kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis, agar kita dapat mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan
praktikum pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
1.
Dapat mengetahui dan memahami teknik pemisahan dengan metode kromatografi
kertas dan metode kromatografi lapis tipis.
2.
Dapat melakukan pemisahan logam-logam Fe3+, Cu2+, Mn2+,
dan Ni2+ atau protein / karbohidrat dalam campuran dengan teknik
kromatografi kertas dan teknik kromatografi lapis tipis.
3.
Dapat menentukan komponen-komponen yang dipisahkan dengan teknik
kromatografi kertas dan teknik kromatografi lapistipis serta dapat
mengidentifikasi unsur yang dipisahkan berdasarkan nilai RF masing – masing.
1.3 Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan ini pemisahan dilakukan berdasarkan pemisahan
partisi dimana migrasi deferensial karena perbedaan koefisien distribusi dari
masing – masing sampel, yaitu perbedaan migrasi analit dalam dua fase yaitu
fase diam dan fase gerak, dimana analit yang menyukai fase gerak maka laju
alirnya (Rf) akan besar, dan sebaliknya bila analit menyukai fase diam maka
laju alirnya (Rf) akan kecil.
BAB II
TEORI PENDUKUNG
2.1 Kromatografi Kertas
Kromatografi adalah suatu istilah umumnya digunakan
untuk bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel
diantara suatu rasa gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan rasa diam yang
juga bias berupa cairan ataupun suatu padatan. Penemu Kromatografi adalah
Tswett yang pada tahun 1903, mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan
menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO4).
lstilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang
berwarna yang bergerak kebawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, Day juga
menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett
lah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses
kromatografi. Penyelidikan tentang kromatografi kendor untuk beberapa tahun
sampai digunakan suatu teknik dalam bentuk kromatografi padatan cair (LSC).
Kemudian pada akhir tahun 1930 an dan permulaan tahun 1940 an, kromatografi
mulai berkembang. Dasar kromatografi lapisan tipis (TLC) diletakkan pada tahun
1938 oleh Izmailov dan Schreiber,dan kemudian diperhalus oleh Stahl pada tahun
1958 (Effendy, 2004).
Dalam
kromatografi, eluent adalah
fasa gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan untuk
melewati fasa diam (adsorbent).
Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat
menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen
gula dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Untuk mengetahui
sejauh mana pengaruh tersebut maka dalam penelitian ini dikaji pengaruh jumlah
umpan dan laju alir eluent terhadap pemisahan sukrosa dari tetes tebu. Evaluasi
terhadap pemisahan sukrosa diamati melalui parameter kadar sukrosa, gula
reduksi, abu (Kurniawan, 2004).
Pengaruh luas penampang kertas elektroforesis adalah
berbanding terbalik. Semakin kecil luas penampang, lintasan yang ditempuh
semakin jauh. Hal ini disebabkan olehkecilnya
gesekan dan daya adsorpsivitas kertas elektroforesis. Jika kekuatan ion semakin
tinggi, lintasanyang ditempuh semakin jauh dan lebih cepat. Hal ini akibat dari
daya tarik antara ion dengan elektroda yang semakin kuat. Kenaikan suhu akanmeningkatkan
mobilitas ion, namun jika suhu terlalu tinggi akan terjadi penguapan elektrolit
sepanjang kertas yang mengakibatkan kertas menjadi kering dan bahkan terbakar.
Kekentalan yang tinggi dapat menyebabkan terbatasnya kemampuan gerak senyawa
ion dan senyawa sukar membentuk ion (Sulaiman, 2007).
Penentuan kadar glukosa
dan fruktosa dengan
kromatografi ini juga harus mempertimbangkan berbagai hal antaralain pemilihan detektor, kolom, pemilihan
eluen, laju
alir
eluen serta suhu kolom. Ini disebabkan karena hal-hal tersebut dapat mempengaruhi resolusi dari tiap-tiap komponen.
Bila
dua puncak kromatografi
dari
dua komponen
terpisah sempurna
maka dikatakan
resolusi dua komponen
tersebut
sempurna. Pemisahan masing-masing
komponen dengan menggunakan
alat
KCKT
harus
dilakukan pada kondisi optimum. Pemisahan yang baik
adalah bila kromatogram masing-masing komponen tidak saling tumpang
tindih (Ratnayani, 2008).
2.2 Kromatografi Lapis Tipis
Pemisahan
dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) digunakanuntuk mencari fase gerak yang terbaik
yang akan digunakan dalam kromatografi kolom. Fase diamyang digunakan pada KLT
adalah silika gelGFdan sebagai fase gerak digunakan nheksana,kloroform,
etil asetat dan n-butanol.Bejana kromatografi sebelum digunakan
untukelusi, terlebih dahulu dijenuhkan dengan fasegeraknya. Sedikit fraksi
positif flavonoid yaitufraksi n-heksana dilarutkan dengan pelarutnya(eluen yang
akan dipakai) kemudian ditotolkanpada plat kromatografi lapis tipis
denganmenggunakan pipa kapiler. Setelah kering laludimasukkan dalam bejana.
Bila fase gerak telahmencapai batas yang ditentukan, plat diangkat,dan
dikeringkan di udara terbuka. Sebagaipenampak noda digunakan asam sulfat.
Nodayang terbentuk diamati dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm kemudian dihitung
Rf-nya (Asih, 2009).
BAB III
METODE
PRAKTIKUM
3.1
Waktu dan Tempat
Penelitian
ini telah
dilaksanakan pada hari Sabtu, 9 Mei 2015 pada pukul 08:00 – 12:00 WITA dan bertempat di Laboratorium
Pengembangan Unit Kimia Universitas Halu Oleo Kendari, Sulawesi Tenggara.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1
Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu, Kertas saring whatman, Chamber, Silinder kaca, Cawan petri, Pipet volume 25 mL, Pipet tetes, Pentotol, Filler, Mistar, Pensil, Gegep dan Spektrofotometri UV-Vis.
3.2.2
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini
yaitu:
1)
Untuk Pemisahan Ion Logam
a. Cuplikan yang mengandungMn2+, Pb2+dan Hg2+ untuk kromotografi kertas.
b. Cuplikan yang mengandung Pb2+, Mn2+dan Hg2+ untuk kromotografi lapis
tipis.
c. Larutan standar dalam bentuk klorida dari ion-ion yang akan dipisahkan
(4 mg/mL).
d. Fase gerak (eluen) campuran aseton – HCl (9:1) untuk kromatografi
kertas.
e. Fase gerak (etilasetoasetat 10 % + butanol 75 % + aquades 15 % +
asam asetat glasial sampai pH 3,5 – 5 atau piridin + aquades 10:1) untuk
kromatografi lapis tipis.
f. Penampak noda (asam sulfat 10% atau benzil) untuk kromatografi
kertas.
g. Penampak noda K2CrO4 1 M (dielusi ulang) untuk
kromotografi lapis tipis.
2)
Untuk Pemisahan Karbohidrat
a. Cuplikan yang mengandung cuplikan karbohidrat (Sukrosa, laktosa dan
madu)
b. Larutan standar karbohidrat yang akan dipisahkan masing – masing
dengan konsentrasi 4 mg/mL
c. Larutan penampak (H2SO4 10 %)
d. Eluen, campuran aseton + air (9:1)
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1
Prosedur Kerja Kromatografi
Kertas.
1)
Disiapkan bejanana kromatografi
(chamber) isi dengan fase bergerak (eluen) sampai ketinggian 0,5 cm dari dasar
wadah.
2)
Disiapkan kertas saring whatman
dengan ukuran 7,5 x 15 cm dua lembar.
3)
Dibuat garis batas (secara
melintang) dengan pensil sekitar 1,5 cm dari pinggir bawah kertas dan 1,5 cm
dari pinggir atas kertas.
4)
Diukur melintang (buat titik)
1,5 cm dari tepi kiri dan 1,5 cm dari tepi kanan kertas. Jarak diantara kedua
titik dibagi dua, lalu ditengah kertas diberi tanda untuk batas penotolan
larutan sampel yang akan dipisahkan dengan larutan standar.
5)
Disiapkan pipa kapiler yang
bersih untuk penotolan sampel dan standar.
6)
Dilakukan penotolan sampel dan
standar pada kertas yang telah dibatas pada masing-masing bagian.
7)
Setelah penotolan (setelah
kering) kertas selulosa diikat ujungnya dengan benang dan dimasukan kedalam
wadah kromatografi untuk proses elusi. Kertas tercelup eluen dibawah garis
batas bawah kertas.
8)
Diangkat setelah fase gerak
(eluen) mencapai garis batas atas. Kertas dikeringkan di udara bebas.
9)
Dimasukan ke spektroskopi UV
dan diukur jarak setiap warna dari garis bawah kertas. Lalu hitung Rf dari
masing-masing komponen yang terpisah.
10)
Dibandingkan hasil yang
diperoleh dari data yang terdapat diliteratur.
3.3.2
Prosedur Kerja Kromatografi
Lapis Tipis.
1)
Diisi bejana kromatografi
(chamber) dengan fasa gerak (eluen) sampai ketinggian 1 cm dari dasar wadah.
2)
Disiapkan plat KLT dengan
ukuran 7,5 x 15 cm dua lembar.
3)
Dibuat garis batas (secara
melintang) engan pensil sekitar 1,5 cm dari pinggir bawah kertas dan 1,5 cm
dari pinggir atas kertas.
4)
Dibuat melintang titik 1 cm
dari tepi kiri dan 1 cm dari tepi sekitar 6 titik untuk menotolkan standar
sampel.
5)
Disiapkan pipa kapiler bersih
untuk penotolkan sampel.
6)
Dilakukan penotolan sampel dan
standar pada plat KLT yang telah diberi tanda.
7)
Dimasukan plat KLT dalam bejana
(chamber) yang telah disiapkan, kemudian chamber ditutup.
8)
Dikeringkan plat dengan cara
dikeringkan diudara.
9)
Setelah kering, plat diwarnai
dengan larutan pewarna yang sesuai dan plat dikeringkan.
10) Diamati noda yang terbentuk dan tentukan nilai Rf dari masing-masing
komponen yang terpisah.
11) Dibandingkan hasil yang diperoleh dengan data dari literatur.
BAB IV
HASIL
PENGAMATAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1
Kromatografi Kertas
Tabel.1 Pemisahan Logam Hg2+, Mn2+, Pb2+ dan
Campuran
No.
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
|
Larutan standar logam Hg2+, Mn2+, Pb2+ dan Campuran dimasukkan dalam botol
larutan
|
Warna larutan bening
|
2.
|
Totolan
1. Hg 2+
2. Mn2+
3. Pb2+
4. Campuran logam
Masing-masing ditotolkan pada kertas whatman
|
Warna tidak tampak
|
3.
|
Kertas whatman dimasukkan ke dalam
chamber yang berisi eluen (fasa gerak)
|
Terjadi elusi
|
4.
|
Kertas whatman dikeluarkan lalu dikeringkan kemudian diberikan sinar tampak UV
|
Sampel tampak yaitu Pb2+, Mn2+, Cu2+, Hg2+
dan Campuran logam
|
Tabel.2 Pemisahan Karbohidrat
No.
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
|
Larutan standar karbohidrat (laktosa, sukrosa, dan sampel
campuran) dimasukkan dalam gelas kimia
|
Warnanya bening
|
2.
|
Totolan
1.
laktosa
2.
sukrosa
3.
madu
4.
sampel
campuran
Masing-masing ditotolkan pada
kertas whatman
|
Warna tidak tampak
|
3.
|
Kertas saring dimasukkan ke dalam
chamber yang berisi eluen (fasa gerak)
|
Terjadi elusi
|
4.
|
Kertas saring dikeluarkan lalu dikeringkan
kemudian diberikan sinar tampak UV
|
Tidak ada noda yang
tampak
|
4.1.2
Kromatografi Lapis Tipis
Tabel.3 Pemisahan Logam Hg2+, Mn2+, Pb2+dan
Campuran
No.
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
|
Larutan standar logam Pb2+, Mn2+,
Cu2+, Hg2+ dan Campuran
dimasukkan dalam gelas kimia
|
Warna larutan bening
|
2.
|
Totolan
1. Hg2+
2. Mn2+
3. Pb2+
4. Campuran
Masing-masing ditotolkan pada plat KLT
|
Warna tidak tampak
|
3.
|
Plat KLT dimasukkan ke dalam
chamber yang berisi eluen (fasa gerak)
|
Terjadi elusi
|
4.
|
PlatKLTdikeluarkan lalu dikeringkan
kemudian diberikan sinar tampak UV
|
Sampel tampak yaitu Hg2+, Mn2+, Pb2+ dan
Campuran logam
|
Tabel .4 Pemisahan
Karbohidrat
No.
|
Perlakuan
|
Pengamatan
|
1.
|
Larutan standar
karbohidrat (laktosa, sukrosa, madu dan sampel campuran)
dimasukkan dalam botol
larutan
|
Warnanya bening
|
2.
|
Totolan
1. Laktosa
2. Sukrosa
3. Madu
4. Campuran
Masing-masing ditotolkan pada plat KLT
|
Warna tidak tampak
|
3.
|
Plat KLT
dimasukkan ke dalam chamber yang berisi
eluen (fasa gerak)
|
Terjadi elusi
|
4.
|
Plat KLT dikeluarkan kemudian
dikeringkan lalu diberikan sinar tampak UV
|
Sampel tampak yaitu sukrosa dan laktosa
|
4.2 Reaksi Lengkap
H2SO4 + Pb2+ MnSO4 + 2H+
H2SO4 + Hg2+ HgSO4 + 2H+
4.3
Perhitungan
4.3.1
Kromatografi Kertas
1)
Untuk Pemisahan Ion Logam
Jarak eluen =
7,9 cm
Jarak ion logam Hg2+ = 0 cm
Jarak ion logam Mn2+ = 0 cm
Jarak ion logam Pb2+ = 0 cm
Jarak campuran = 2,2 cm
Nilai Rf
masing-masing sampel = ?
Penyelesaian
:
a)
b)
c)
d)
Nilai Rf campuran :
2)
Untuk Pemisahan Karbohidrat
Jarak eluen = 7,9 cm
Jarak laktosa = 0 cm
Jarak sukrosa = 0 cm
Jarak madu = 0 cm
Jarak campuran = 3,1 cm
Nilai Rf
masing-masing sampel = ?
Penyelesaian
:
a)
b)
c)
d)
Nilai Rf campuran :
4.3.2
Kromatografi Lapis Tipis
1) Untuk Pemisahan Ion Logam
Jarak eluen = 6,0 cm
Jarak Hg2+ = 3,8 cm
Jarak Mn2+ = 2,8 cm
Jarak Pb2+ = 0 cm
Jarak campuran = 2,8 cm
Nilai Rf masing-masing sampel = ?
Penyelesaian :
a)
b)
c)
d)
2)
Untuk Pemisahan Karbohidrat
Jarak eluen = 6,0 cm
Jarak gerak laktosa = 0 cm
Jarak gerak sukrosa = 4,9 cm
Jarak gerak madu = 0 cm
Jarak gerak campuran = 4,0 cm
Nilai Rf masing-masing sampel = ?
Penyelesaian :
4.4
Pembahasan
Kromatografi
digunakan untuk memisahkan campuran dari substansinya menjadi
komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi bekerja berdasarkan prinsip
yang sama. Seluruh bentuk kromatografi memiliki fase diam (berupa padatan atau cairan yang didukung pada
padatan) dan fase gerak
(cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa
komponen-komponen dari campuran bersama-sama. Komponen-komponen yang berbeda
akan bergerak pada laju yang berbeda pula.
Kromatografi
kertas merupakan salah satu bagian dari tehnik pemisahan kromatografi yang
paling sederhana, dan merupakan cara klasik. Pada dasarnya, teknik kromatografi
ini membutuhkan zat terlarut terdistribusi di antara dua fase, yaitu fase diam
(selulosa yang mengikat molekul air), dan fase gerak yaitu prlarut yang sesuai.
Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat
terlarut lainnya yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat
terlarut dibawa melewati media pemisah oleh cairan atau gas yang disebut eluen.
Fase diam dapat bertindak sebagai zat penyerap atau dapat betindak melarutkan
zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak . Dalam
penerapan kromatografi kertas, tehnik pemisahan ini biasanya dipakai untuk
memisahkan logam – logam dari campurannya, misalnya logam – logam yang menjadi
pengamatan pada percobaan ini (Pb2+, Mn2+, Hg2+) dan pemisahan karbohidrat.
Secara
fisik kromatografi kertas memiliki teknik-teknik yang sama dengan kromatografi
lapis tipis , tetapi sebenarnya merupakan tipe khusus kromatografi fase
cair-cair. teknik yang sangat sederhana dengan beberapa langkah dalam analisis
kromatografi kertas, meliputi pemilihan dan mempersiapkan kertas saring yakni
lembaran selulosa yang mengandung kelembaban tertentu.
Selanjutnya,
dalam tehnik pemisahan kromatografi kertas, logam – logam tersebut dipisahkan
dengan cara menotolkan larutan sample
(campuran logam) bersamaan dengan
larutan standar dengan batas yang telah ditentukan pada kertas kromatografi
yang telah di buat, yang selanjutnya digantungkan pada wadah yang berisi
campuran pelarut yang sesuai didalamnya dimana pelarut yang digunakan yaitu
Aseton-HCl 9:1 untuk pemisahan ion logam serta Aseton-Air 9:1 untuk pemisahan
karbohidrat. Selanjutnya dimasukkan dalam bejana atau chamber untuk mengembangkan
kromatogram lalu ditutup wadahnya. Alasan untuk menutup wadah adalah untuk
meyakinkan bahwa astmosfer dalam gelas kimia terjenuhkan dengan uap pelarut.
Tahapan selanjutnya, setelah dibiarkan beberapa saat,
lambat laun pelarut akan bergerak hingga mencapai batas yang telah digariskan
pada kertas saring. setelah dikeluarkan dari dalam wadah, tidak tampak adanya
noda-noda olehnya itu setelah dilakukan pengeringan dengan menggunakan spray maka
kertas tersebut tampaklah bercak-bercak noda, dimana berdasarkan pengamatan
setelah dilakukan pengukuran jarak pada pemisahan ion logam gerak pelarut adalah 7,9 cm dan untuk jarak noda pada ion Pb2+, Mn2+, Hg2+, berturut-turut
adalah 0 cm, 0 cm, dan 0 cm,
sedangkan untuk campuran sampelnya memiliki jarak noda 2,2 cm, sehingga dengan sendirinya laju alir
dari masing-masing komponen dapat langsung ditentukan.
Dapat
dilihat pada pengamatan yang dilakukan dimana pada harga Rf standar Pb2+, Mn2+ dan Hg2+ adalah
0 cm, sedangkan Rf pada campuran sampel 0,2785 cm. Hal
ini disebabkan oleh ukuran dari pori – pori kertas yang digunakan tidaklah sama
antara satu dengan yang lain, sehingga dalam pengidentifikasian logam yang
dipisahkan dilakukan dengan membandingkan nilai Rf antara sample dan standar yang saling
mendekati saja.
Proses pengamatan yang kedua setelah melalui analisis
yang sama, pada
pemisahan karbohidrat terlihat
bahwa jarak noda dari sukrosa adalah 0 cm, jarak noda laktosa adalah 0 cm
dan jarak noda dari
madu adalah 0 cm, dan untuk jarak campuran adalah
3,1 cm, sedangan untuk jarak eluennya adalah 7,9 cm, dengan demikian juga dapat diketahui
nilai Rf untuk pemisahan ini adalah pada sukrosa 0 cm, pada laktosa 0 cm,
pada madu 0 cm, sedangkan pada cempuran sampel Rf adalah 0,3924 cm.
Meski
kromatografi kertas adalah metode pemisahan yang paling mudah, namun pada
kenyataannya pemisahan dengan metode ini jarang digunakan karena waktu yang
digunakan untuk mengemulsi sangat lama, noda-noda yang diidentifikasi pun tidak
nampak jelas. Hal ini terlihat pada hasil praktikum yang kami lakukan. Sehingga
tidak heran jika pada percobaan ini kami cukup mengalami kendala. Dapat
dikarenakan dari kesalahan metode, kesalahan instrument, dan kesalahan
personal.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan suatu teknik
kromatografi sederhana dengan menggunakan lempeng kaca yang ditutupi penyerap
bentuk lapis tipis dan kering seperti silika gel, alumina, selulosa dan
poliamida. Teknik kromatografi lapis tipis ini memiliki kelebihan yang nyata
jika dibandingkan dengan kromatografi kertas yaitu ketajaman pemisahannya yang
lebih besar serta kepekaannya yang lebih tinggi.
Pada
dasarnya, teknik kromatografi ini, membutuhkan zat terlarut yang terdistribusi
di antara dua fase, yaitu fase diam (silika gel yang mengikat molekul air), dan
fase gerak yaitu pelarut organik yang sesuai. Fase gerak (eluen) adalah
yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan untuk melewati fasa diam (adsorben). Interaksi antara adsorben dengan eluen sangat
menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen
sampel secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluen.
Kita akan
mengamati distribusi analit di
antara dua fase dalam Percobaan kromatografi lapis tipis, menggunakan Aseton dan HCl dengan perbandingan 9:1 sebagai fase gerak. Dikatakan
sebagai fase gerak karena Aseton dan HCl
berfungsi sebagai larutan yang dapat membawa sampel dan mampu menarik sampel
yang ditotolkan pada plat lapis tipis. setelah menyiapkan pelarut yang sesuai
perlu pula disiapkan plat KLT yang diukur terlebih dahulu. Pada pembuatan garis
kita menggunakan pensil, agar tidak terjadi reaksi antara pensil yang
digoreskan pada kertas dengan sampel. Setelah itu, ketiga cuplikan sampel yang
mengandung karbohidrat yaitu laktosa dan sukrosa ditotolkan pada plat KLT
kemudian dikeringkan agar sampel teradsorbsi dengan baik oleh fasa diam serta
untuk mencegah terjadinya rekasi antara sampel dengan pelarut. selajutnya
dimasukkan ke dalam chamber untuk mengembangkan kromatogram (elusi).
Proses elusi sampel bergerak
naik dengan adanya gaya kapiler. Senyawa polar akan melekat lebih kuat pada
lempengan dari pada senyawa non polar akibat interaksi dipol-dipol. Senyawa non
polar kurang melekat erat pada fasa diam sehingga memiliki laju alir yang lebih
besar ke atas lempeng begitu sebaliknya dengan senyawa non polar, dimana jarak
tempuh ke atas lempeng merupakan cermin polaritas senyawa (like dissolved like).
Untuk percobaan kali ini, hanya
dilakukan pengamatan pada pemisahan cuplikan yang mengandung karbohidrat, yakni
laktosa dan sukrosa. Eluen yang digunakan adalah campuran aseton dan air 9:1. Setelah eluen mencapai garis batas atas
yang telah ditentukan, plat KLT kemudian dikeringkan. Proses pengeringan ini
bertujuan agar sampel teradsorbsi dengan baik oleh fasa diam (KLT) serta untuk
mencegah terjadinya rekasi antara sampel dengan eluen (fase gerak) / pelarut.
Setelah proses mengeringkan kromatogram selesai langkah selanjutnya adalah
mendeteksi noda-noda. Tidak munculnya noda dalam percobaan
kali ini dapat disebabkan oleh faktor – faktor yang mempengaruhi nilai Rf, akan
tetapi ada juga kemungkinan lain misalnya noda yang tidak nampak, sehingga
untuk menampakkan noda tersebut harus direaksikan dengan reagen penampak warna
berupa ion logam transisi untuk membentuk kompleks, karena salah satu ciri
senyawa kompleks adalah berwarna akibat adanya bilangan koordinasi dari atom
pusatnya. Adapun reagen yang digunakan sebagai penampak noda yaitu asam sulfat
10%.
Berdasarkan pengamatan setelah dilakukan
pengukuran pada
pemisahan ion logam jarak
gerak pelarut adalah 6,0 cm dan untuk jarak noda pada ion Pb2+ adalah 0 cm, jarak noda ion Mn2+ dan Hg2+ adalah 2,8 cm, sedangkan untuk campuran sampelnya memiliki
jarak noda 2,8 cm, sehingga dengan
sendirinya laju alir dari masing-masing komponen dapat langsung ditentukan.
Dapat dilihat
pada pengamatan yang dilakukan dimana pada harga Rf standar Pb2+ adalah 0 cm, harga Rf Mn2+ adalah 0,467 dan harga Rf Hg2+ adalah 0,633 cm, sedangkan harga Rf pada
campuran sampel 0,467 cm. Hal ini disebabkan oleh ukuran dari pori – pori kertas yang
digunakan tidaklah sama antara satu dengan yang lain, sehingga dalam
pengidentifikasian logam yang dipisahkan dilakukan dengan membandingkan nilai
Rf antara sample dan standar yang saling mendekati saja.
Tahapan selanjutnya yaitu untuk pemisahan karbohidrat, berdasarkan pengamatan setelah dilakukan
pengukuran jarak eluen
adalah 0,6 cm, jarak gerak laktosa adalah 0 cm, jarak gerak sukrosa adalah 4,9
cm, jarak gerak madu adalah 0 cm, sedangkan jarak gerak campuran adalah 4,0 cm.
Dengan demikian juga dapat
diketahui nilai Rf untuk pemisahan ini adalah pada sukrosa 0,82 cm, pada laktosa 0 cm,
pada madu 0 cm, sedangkan pada cempuran sampel Rf adalah 0,667 cm.
Pada dasarnya,
Nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah suatu zat dengan metode KLT. Nilai Rf
tersebut ditentukan dengan membandingkan jarak noda yang dihasilkan dari
migrasi pelarutnya dengan jarak sample/ standar. Dimana jika nilai Rf nya besar
berarti daya pisah zat dengan eluenya maksimum sedangkan jika nilai Rf nya
kecil berarti daya pisah zat yang dengan eluenya minimum, atau apabila analit lebih menyukai fase gerak maka laju alirnya (Rf)
akan besar, dan sebaliknya bila analit menyukai fase diam maka laju alirnya
(Rf) akan kecil (like dissolved like),
maka dapat kita ketahui nilai Rf lebih
besar pada campuran sampel sukrosa dan laktosa dibanding dengan cuplikan dari
masing-masing sampel yang mengandung karbohidrat tersebut.
BAB V
SIMPULAN
Adapun kesimpulan pada praktikum ini adalah :
1.
Teknik pemisahan dengan
kromatografi kertas dan kromatografi
lapis tipis merupakan teknik pemisahan kromatografi
planar dimana zat – zat dipisahkan berdasarkan perbedaan migrasi solute/ zat
terlarut antara dua fase (fase gerak dan fase diamnya). Pada kromatografi kertas, fase
diamnya berupa kertas yang mengandung selulosa, sedangkan pada kromatografi lapis tipis, fase
diamnya dilapisi dengan plat tipis (aluminium) sebagai penunjang
adsorbennya.
2.
Pemisahan
logam-logam Pb2+, Cu2+, Mn2+ dan Hg2+ serta pemisahan karbohidrat dalam campuran
larutan dapat dilakukan dengan teknik kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis.
3.
Pada kromatografi kertas, Nilai Rf untuk pemisahan ion logam Pb2+, Cu2+, Mn2+, dan Hg2+ berturut-turut adalah 0,434 cm, 0,353 cm, 0,151 cm, 0,151 cm. Dan nilai Rf untuk campuran sampel berturut-turut adalah 0,808
cm, 0,707
cm, 0,606
cm, 0,404
cm. Nilai
Rf untuk cuplikan sukrosa dan laktosa berturut-turut adalah 0,526 cm, dan 0,276 cm. Serta pada campuran sampel Rf untuk sukrosa
dan laktosa berturut-turut adalah 0,605 cm dan 0,197 cm. Pada kromatografi lapis tipis, Nilai Rf untuk cuplikan sukrosa dan laktosa berturut-turut adalah 0,373 cm,
dan 0,573
cm. Serta pada campuran sampel Rf untuk sukrosa
dan laktosa berturut-turut adalah 0,417 cm dan 0,641 cm.
DAFTAR PUSTAKA
Asih, I. A. R., Astiti. (2009). Isolasi dan Identifikasi Senyawa Isoflavon Dari Kacang Kedelai (Glycine
Max). Jurnal Kimia 3 (1), Januari 2009 : 33-40. Universitas Udayana,Bukit Jimbaran.
Kurniawan Y., dan Santosa H M.
(2004). Pengaruh Jumlah Umpan Dan
Laju Alir Eluen Pada Pemisahan Sukrosa Dari Tetes Tebu Secara Kromatografi (The Effects Of Feed and
Eluent Flow Rate Toward Separation Of Sucrose From Cane Molasses By
Chromatography).Jurnal ILMU
Dasar Vol. 5 No. 1
Putra, Effendy De Lux. (2004). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dalam Bidang Farmasi. Jurnal Kimia Farmasi FMIPA. Universitas
Sumatra Utara.
Ratnayani,
K, Dwi Adhi, dan Gitadewi. (2008).
Penentuan Kadar Glukosa dan Fruktosa Pada Madu Randu dan Madu Kelengkeng
DenganMetode
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Jurnal Kimia 2 (2) Juli (2008) : 77-86. Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.
Sulaiman, Hardi G Adang, Aanis Kundari Noor. (2007). Pemisahan dan
Karakterisasi Spesi Senyawa Kompleks Ytrium-90 dan Stronsium-90 Dengan
Elektroforesis Kertas.
JFN, Vol.1 No.2 November 2007. Yogyakarta.
EmoticonEmoticon